Kamis, 13 Agustus 2015

"NAME APA O": SEGEL X1414 viii (FREE WEST PAPUA)

"NAME APA O": SEGEL X1414 viii (FREE WEST PAPUA): Selasa, 10 November 2009 free west papua Daftar Isi dan Halaman Daftar Isi 1. Segel - X1414 viii 2. Persembahan ix 3. Ucapan ...

SEGEL X1414 viii (FREE WEST PAPUA)

Selasa, 10 November 2009

free west papua

Daftar Isi dan Halaman
Daftar Isi
1. Segel - X1414 viii
2. Persembahan ix
3. Ucapan Terimakasih x
4. Sekapur Sirih dari Penulis xi
5. Pendahuluan xiv
6. Kerangka Pemikiran Buku II xix
7. Daftar Tabel xviii
8. Daftar Bagan xviii
9. Daftar Isi xix
BAB-V:
OTONOMI (KHUSUS) DAN POLITIK OTONOMISASI
PASAL TIGABELAS: OTSUS MENURUT RETORIKA (POLITIK) 5
13.1 ARTI OTONOMI (KHUSUS) 5
13.2 WACANA PEMBANGUNAN SEBAGAI PERTUMBUHAN, KEMAJUAN DAN MODERNISASI 13
PASAL EMPATBELAS: OTSUS MENURUT REAL-POLITIK 19
14.1 PEMBANGUNAN MENURUT PENGALAMAN DI INDONESIA 19
14.2 ARTI POSITIF DAN ARTI NEGATIF DARI OTSUS 22
14.3 TIGA WACANA DALAM POLITISASI OTSUS 34
PASAL LIMABELAS: BEBERAPA JENIS DAN ISTILAH DALAM POLITIK OTONOMISASI 44
15.1 JENIS OTONOMI DALAM POLITIK OTONOMISASI 44
15.2 BEBERAPA ISTILAH YANG BISA DISALAH MENGERTI DALAM KONTEKS POLITIK OTONOMISASI 49
15.3 PERBEDAAN NATION DAN STATE DALAM KONTEKS POLITIK OTONOMISASI 53
PASAL ENAMBELAS: POLITIK OTONOMISASI DALAM PERSPEKTIF TEORI TIGA-G 56
16.1 CATATAN PEMBUKA 56
16.1 SEKEDAR MENGINGAT KEMBALI 57
16.2 TEORI TIGA-G DALAM KOLONIALISME, IMPERIALISME & OTONOMISASI? 58
BAB VI:
KLEIM BAHWA OTSUS UNTUK MEMBANGUN PAPUA BARAT: APA BETUL? 67
PASAL TUJUHBELAS: MENGUKUR HASIL PEMBANGUNAN 68
17.1 KEKAYAAN RATA-RATA SEBAGAI UKURAN KEBERHASILAN PEMBANGUNAN 68
17.2 HASIL PEMBANGUNAN YANG MERATA SEBAGAI TOLOK UKUR 69
17.3 PENINGKATAN KUALITAS (MUTU) HIDUP SEBAGAI HASIL PEMBANGUNAN 72
17.4 TOLOK UKUR KEMAJUAN LEWAT SUSTAINABLE DEVELOPMENT 74
Pasal Delapanbelas: Otsus dalam Motto: "Membangun Indonesia yang Adil dan Makmus!" 78
18.1 UKURAN MASYARAKAT INDONESIA YANG ADIL: SEBUAH PLURALIST DILEMMA? 79
18.2 UKURAN "MASYARAKAT INDONESIA YANG MAKMUR"? 82
18.3 PADAHAL, "PEMBANGUNAN ITU RELATIF, TAK PERNAH ADA UJUNG - PANGKALNYA. DAN KALAUPUN ADA, ITU TIDAK BERTUJUAN MENGUNTUNGKAN DUNIA KETIGA." 88
PASAL SEMBILANBELAS: PEMBANGUNAN DI TIGA DUNIA DAN PEMBANGUNAN DI DUNIA KETIG 104
19.1 CATATAN PEMBUKA: KRISIS DALAM PEMBANGUNAN (ANTARA TEORI DAN FAKTA) 104
19.2 NEGARA DALAM PEMBANGUNAN: SEBUAH SOLUSI ATAU MASALAH? 105
19.3 PEMBANGUNAN DI TIGA DUNIA 109
19.4 PEMBANGUNAN DI DUNIA KETIGA 119
PASAL DUAPULUH: APAKAH PEMBANGUNAN MEMANG SEDANG TERJADI DI DUNIA KETIGA? 128
20.1 PEMBUKA 128
20.2 RINGKASAN ARGUMEN TED TRAINER 129
BAB VII:
KLEIM BAHWA OTSUS UNTUK MEMBANGUN MELINDUNGI DAN MEMAJUKAN DEMOKRASI, HAM, DAN SUPREMASI HUKUM: APAKAH BENAR?
PASAL DUAPULUH SATU: REALITAS DEMOKRASI DALAM POLITIK OTONOMISASI NKRI DI PAPUA BARAT 141
21.1 DEFINISI DEMOKRASI 141
21.2 EMPAT KUNCI DEMOKRASI 144
21.3 NILAI-NILAI FUNDAMENTAL DALAM DEMOKRASI 145
21.4 LEMBAGA-LEMBAGA YANG DIBUTUHKAN UNTUK MEWUJUDKAN DEMOKRASI 150
21.5 DEMOKRASI MENURUT DEKLARASI UMUM PBB TENTANG DEMOKRASI 152
21.6 UNSUR-UNSUR PENTING DALAM BERDEMOKRASI 154
PASAL DUAPULUH DUA: HAK ASASI MANUSIA DALAM POLITIK OTONOMISASI NKRI DI PAPUA BARAT 158
22.1 DEFINISI DAN DASAR HAK ASASI MANUSIA 158
22.2 KARAKTERISTIK HAM 161
22.3 ULASAN SEPUTAR PIAGAM HAM PBB 163
22.4 TANGGUNGJAWAB NEGARA DALAM MELINDUNGI HAM 164
22.5 HAK SIPIL, POLITIK, EKONOMI SOSIAL, DAN BUDAYA 167
PASAL DUAPULUH TIGA: FAKTA SUPREMASI HUKUM DALAM POLITIK OTONOMISASI NKDI DI PAPUA BARAT 176
23.1 ARTI HUKUM SECARA SEDERHANA 176
23.2 JENIS-JENIS LAPANGAN HUKUM 177
23.3 HIERARKI HUKUM 179
23.4 FUNGSI, ASAS DAN TUGAS HUKUM 183
23.5 OTONOMI DAERAH DAN DESENTRALISASI SISTEM HUKUM 184
23.6 UU OTSUS VS. UU PEMDA DAN INPRES TENTANG PEMEKARAN: MANA YANG LEBIH TINGGI DALAM HIERARKI HUKUM? 188
BAB – 0:
RANGKUMAN & ANALISIS
PASAL KOSONG SATU: RANGKUMAN-RANGKUMAN
PASAL KOSONG DUA: ANALISIS KRITIS
PASAL KOSONG TIGA: PERTANYAAN-PERTANYAAN RENUNGAN
CATATAN KAKI DAN REFERENSI: 332
BUKU-BUKU TERBITAN watchPAPUA AND ASSOCIATES







Buku Satu: PAPUA MENGGUGAT: Praktek Politik Otonomisasi NKRI di Papua Barat
Buku Dua: PAPUA MENGGUGAT: Teori Politik Otonomisasi NKRI di Papua Barat
Buku Tiga: PAPUA MENGGUGAT: Politik Otonomisasi NKRI di Papua Barat
Pengantar Penulis

Tanggapan Saat Bedah Buku 30 Agustus 2004
Intisari Buku

MANIFESTO POLITIK SEBVERSI DALAM BUKU PAPUA MENGGUGAT OTONOMISASI NKRI DI PAPUA. AA. GN ARI DWIPAYANA, Pengamat Politik, Dosen FISIPOL UGM Yogyakarta.
(dimasukan sesuai teks asli)
Walaupun kalimat awal dalam pengantar buku ini, Sdr. Sem Karoba dkk. Menyatakan diri bahwa Ia bukan politisi, namun sudah sangat jelas bagi saya buku ini adalah sebuah manifesto poiliti. Sebagai sebuah manifesto politik, hampir keseluruhan isi buku ini memuat pernyataan-pernyataan politik, yang menggugat "proyek" otonomisasi NKRI di Papua Barat.
Pernyataan-pernyataan politik oleh Sem Karoba dkk senantiasa didahului dengan paparan kasus untuk memperkuat pernyataan yang dikedepankan serta diakhiri dengan seretetan pernyataan-pernyataan tajam.
Bagi saya pembaca dan pengamat awam tentang Papua-pertanyaan dan pernyataan Sdr. Sem Karoba dalam buku ini menjadi semacam "alat provokasi" yang cukup berhasil karena melalui pernyataan tajam yang dibuatnya bisa merangsang naluri keingintahuan saya untuk terus mengikuti subtansi-informasi yang dipaparkan dalam halaman demi halaman dalam buku ini.

Kekuatan buku ini adalah paparannya tentang informasi subversi (alternative) ditengah hegemoni informasi yang sepihak tentang Papua. Banyak pembaca yang tidak "sekaya" Sem Karoba dalam memperoleh data-informasi tentang "apa yang sebenarnya terjadi di Papua" Papua seperti juga halnya daerah-daerah di luar Jakarta selalu menjadi "anak haram" dan menempati posisi pinggiran dalam lalulintas informasi yang mendunia. Iformasi selalu penuh fersi utama dan didominasi Jakarta.
Salah satu kekuatan Sem Karoba - setidaknya memprovokasi saya adalah kemampuan saudara Sem Karoba - sebagai seorang penulis - untuk mengungkapkan pesan politik dengan cukup banyak perbendaharaan kata-kata yang cukup provokatif, seperti "Desentralisasi kejahatan" (hal : 78); "Persundalan" (hal : 151); "Mabukan dengan paha putih!" (hal : 309); " Devide et impera" (hal : 321 - 347) dan seterusnya. Kekuatan lain dari buku ini - yang buat saya harus tidak melewati baigan ini - adalah adanya studi komparasi (perbandingan) praktek penerapan konsep otonomi khusus diberbagai belahan dunia, baik di otonomi khusus untuk kalangan indigenous people saami di Skandinavia, otonomi untuk etnik inuit di Kanada, romas sampai dengan otsus untuk orang gaelic dan celtic di Irlandia (hal : 207 - 241) maupun format otonomisasi di Asia Fasifik, termasuk kasus otonomi khusus di Bouganfilea di Papua New Guniea (hal : 243 - 265).
Studi Komparatif tentang penerapan otonomi khusus bagi etnik minoritas ini sangat membantu untuk memberikan bingaki yang lengkap mengenai sejarah marginalisasi dari etnik minoritas serta pada saat kebersamaan kita juga akan diajak untuk mengeksplorasi perjuangan dilakukan oleh bangsa-bangsa (Nations) yang termarginalisasi dalam sebuah Nation - State untuk membangun sebuah format demokrasi yang menghargai minoritas. Setidaknya hal ini menjadi relevan ketika dihubungkan dengan kecenderungan baru dalam kecakupan
nilai universal hak-hak asasi manusia (HAM), yang bergeser dari sekedar keharusan perlindungan hak-hak individu (hak sipil, ekonomi, social dan budaya) ke perlindungan hak masyarakat pribumi seperti tercantum dalam daftar deklarasi pencegahan diskriminasi dan perlindungan kaum minoritas pada tahun 1994 (hal : 159 - 177 bagian II : Papua berteori).
Kelemahan
Walupun buku ini bisa menjadi alternarif, surversi-inspirasi bagi siapa saja untuk mengetahui soal Papua, namun buku ini mengandung sejumlah kelemahan teknis dan methodologi.
Kelemahan pertama, struktur buku yang menggunakan bab dan pasal, agak mengganggu alur argument yang ingin dibangun. Dengan struktur buku seperti ini, pembaca diajak "berkerut kening" untuk membaca halaman demi halaman, karena tidak tahu "ending" kisah yang dipaparkan. Ibaratnya, pembaca di ajak " berkelana" kemana-mana tanpa harus tahu "Ending-nya" sayangnya, Sem Karoba tidak membantu dengan memberikan semacam pengantar tentang keseluruhan alur isi bukunya. Kedua, Sdr. Sem Karoba agak "pelit" untuk membagi informasi dasar pada pembaca. - tetapi menurut saya justru sangat substantive - tentang apa isi (conten substansi) dari UU No. 45 Tahun 1999 tentang pemekaran propinsi Irian Jaya menjadi Irian Jaya Timur, Irian Jaya Tengah dan Irian Jaya Barat; UU No. 21 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Papua. Dan Inpres No. 1 Tahun 2003 TentangPercepatan Proposi Irian Jaya. Padahal, bagi pembaca yang awam perlu mengetahui dulu data-data dasar
tentang apa isi pasal demi pasal UU dan Inpres itu.
Selain conten, Sem Karoba juga tidak memaparkan konteks politik dan proses dari munculnya UU dan Inpres itu. Sehingga, membaca buku ini seperti ada "missing link". Ketiga, kelemahan lain dari buku ini adalah berkaitan dengan data kasus. Methode yang dipilih oleh Sem Karoba untuk mendapatkan kasus yang dimulai dengan argument-pernyataan (deduktif) baru didukung oleh kasus, membuat eksplorasi ketajaman dankedalaman kasus menjadi hilang. Lebih-lebih, Sem Karoba tidak begitu teliti untuk menggunakan sumber informasi dari data kasus itu; apakah diperoleh dari sumber lain (Misalnya: data ELSAM) atau diperoleh dari investigasi penulis. Padahal, kekuatan dari sebuah tulisan politik advokatif dengan prespektif korban adalah kedalaman, ketajaman dari kasus yang dipaparkan , baik bersumber dari testimony maupun investigasi.
Kedalaman dan ketajaman fakta (iduktif) membuat karya "advokasi politik" bisa terhindar dari tuduhan sebagai karya yang spekulatif, penuh opini, dan terlaluideologis. Pemaparan sederetan fakta, kasus dan peristiwa, tanpa terjebak dengan gaya bertutur deduktif, akan membuat buku ini bercerita dengan sendirinya, tanpa harus berteorik. Keempat, Walaupun penuh dengan analisis kritis terhadap Otonomi Khusus, posisi akhir dari tawaran Sem Karoba tidak tergambarkan dengan jelas. Ketika membaca sampai dengan buku kedua, saya agag ragu untuk menyatakan - kalau tidak menggunakan kaliamat "tidak menemukan" tawaran yang ideal (das sollen) dibayangkan Sem Karoba tentang Papua; apakah sekedar sikap kritis-dekonstruksi seperti ungkapan Sem dalam pengantar "saya secara pribadi sebagai insane manusia ciptaan manusia yang kebetulan ada di Papua Barat dan kebetulan masih WNI merasa HARUS berterus terang tentang apa yang saya tahu perihal kesalahan-kesalahan yang diulangi NKRI dan elit Papua" ataukah sikap lain.
Sem Karoba perlu menyatakan posisi berdirinya, sehingga kita mengetahui rekonstruksi pemikiran Sem Karoba ditengah dirkursus tentang Papua.
Pada bagian ketiga ini saya ingin memasukan topic diskusi yang diminta Panitia untuk saya Implementasi Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua. Secara subsantif-saya akan mengambil posisi yang sama dengan Sem Karoba - bahwa desain, konsep dan implementasi politik desentralisasi (otonomi) atas Papua sangat tidak jelas-cacat substansi-kabur (atau sengaja dibuat kabur). Kekaburan ini semakin jelas terlihat ketika Jakarta menerapkan dua desain politik yang berpunggungan pada saat bersamaan: pertama, desainpolitik pertama seperti yang dikandung olehUndang-undang No. 45 Tahun 1999 tentang Pemekaran provinsi Irian Jaya menjadi Irian Jaya Timur, Irian Jaya Tengah dan Irian Jaya Barat, yang diikuti dan
diperkuat oleh Inpres No. 1 Tahun 2003 tentang Percepatan Pemekaran Provinsi Papua; serta desain politik kedua mengikuti logika yang dibangun oleh Undang-undang No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus.
Kalau kita telusuri lebih jaun antara kedua produk politik Jakarta atas Papua ini mempunyai konsep (desain-basis pijakan teroritik dan alasan) yang berbeda; Undang-undang No. 45 tahun 1999 dan Inpres No. 1 Tahun 2003 lebih menekankan cara pandang Desentralisasi Administratif, dimana landasan konseptual pemekaran Provinsi Irian Jaya dilakukan untuk memenuhi alasan administrasi pemerintahan; terutama tentang kendali pemerintahan dan pelayanan public. Factor geografis yang terlalu luas dipandang sebagai kendala dalam penyelenggara pembangunan. Oleh karena itu, cara yang terbaik menurut pembuat Undang-undang ini adalah perlakukan pemekaran provinsi maupun kabupaten. Sebaliknya, desain politik yang dikandung UU No. 21 Tahun 2001 jelas lebih politis disbandingkan dengan UU No. 45 tahun 1999. Karena dalam UU yang lahir sebagai konsep UU Otonomi Khusus mendadopsi cara pandang desentralisasi politik yang dikenal dengan Devolusi Kekuasaan.

Namun menurut saya, keberadaan dua produk politik Jakarta - terutama yang terakhir No. 1/2003- itu menambah komplikasi persoalan Papua. Pernyataan yang pertama dan terutama-seperti juga disampaikan oleh Sem Karoba - sesungguhnya apa konsep/desain politik desentralisasi yang ingin diterapkan oleh Jakarta?
Apakah desentralisasi administrative atau desentralisasi politik? Hal ini penting karena secara konseptual, menurut Cheema dan Rondinelli (1983: 18), setidaknya ada beberapa pengertian konsep desentralisasi; Dekonsentrasi (desentralisasi administrative dalam intra pemerintah);Delegasi (Pelimpahan tanggung jawab fungsi-fungsi pemerintah kepada organisasi-organisasi diluar struktur birokrasi pemerintah);Devolusi (pembentukan dan pemberdayaan
unit-unti pemerintah ditingkat local dengan control pusat seminimal mungkin). Dari keempat konsep diatas, Devolusi sebagai bentuk democratic decentralization karena berlangsung penyerahan kekuasaan/kewenangan kepada daerah untuk mengambil keputusan-keputusan politik.
Kalau dibaca secara seksama maka UU 45/99 lebih menekankan cara pandang administratif, sedangkan UU 21/2001 lebih condong ke devolusi kekuasaan. Walaupuan konsep devolusi politik, tidak dijalankan "sepenuh hati" karena pasal-pasal yang ada dalam Otonomi khusus masih dimungkinkan intervensi Jakarta,misalnya pasal 25 dalam proses pemilihan Majelis Rakyat Papua. Dengan demikian, UU 21/2003 bukanlah devolusi politik melainkan "Quasi devolusi politik (devolusi kekuasaan setengah hati).
Kedua, politik Jakarta atas Papua sangat jelas cacat proses karena tidak dilakukan secara partisipatif (nir partisipasi). Masyarakat Papua tidak dilibatkan secara aktif dalam perumusan desaing tentang "apa apa yang diinginkan oleh rakyat Papua". Kalaupun adapartisipasi itupun dilakukan secara semu & elitis, dengan lebih menekankan pada aspek mobilisasi dan sosialisasi (kalau tidak mau menyebut indoktrinasi). Undang-undang yang baik seharusnya melibatkan warga, baik dalam proses agenda setting (merumuskan) atau bahkan dalam memutuskan. Setidaknya ada mekanisme public hearing atau dibuka kemungkinan munculnya naskah tandingan (counter draft) terhadap RUU yang sedang dibahas.
Ketiga, lahirnya UU yang cacat proses membuat kita bertanya-tanya "apa konteks ekonomi-politik" yang melatarbelakangi kedua UU tersebut dan juga impress 1/2003, sudah jelas konteks ekonomi-politik ini adalahkonteks relasi antar aktor-aktor politik Jakarta, global dan agency-nya di Papua. Sudah jelas Papua mengandung sumberdaya ekonomi politik-ekonomi yang berlimpah. Kepentingan ekonomi dan politik inilah yang kemudian dibungkus dengan "nasionalisme Negara integralistik (State-Nationalism) model NKRI" sehingga partisipasi politik warga dan keinginan untuk memperkuat hak-hak dasar selalu dipandang sebagai potensi disintegrasi-separatisme. Kepentingan ekonomi-politik yang dibungkus jorgan "Nasionalisme NKRI" inilah membuat pintu-pintu dialog (komunikasi)
dan saluran demokrasi menjadi tertutup. Tidak aneh kemudian, nasionalisme Negara integralistik yang masih bertahan dielite-elite politik-birokrasi di Jakarta ini kongruen dengan kepentingan untuk tetap mempertahankan sentralisasi atau bahkan memperkuat upaya Resentralisasi. Hal ini semakin jelas terlihat dengan konsep Departemen dalam Negeri untuk melakukanrevisi UU No. 22/99 yang justru meneguhkan proyek Resentralisasi. Sudah jelas Desentralisasi politik akan banyak "merugikan" kepentingan ekonomi dan politik Jakarta karena kekuasaannya di kurangi.
Keempat, konsep otonomi khusus maupun pemekaran provinsi justru mengukuhkan bias elite dalam penangan soal Papua. Sesungguhnya siapa yang diuntungkan oleh otonomi khusus dan pemekaran provinsi Papua? Sudah dipastikan yang diuntungkan adalah elite-elitie politik-birokrasi local yang akan mendapatkan dan memperluas sumber daya ekonomi-politik yang dikuasai.
Dengan demikian, otonomi akan terjadi dalam within buaraucraci (intergovernmental decentralization) dibandingkan otonomi berbasiskan masyarakat. Padahal, esensi dari desentralisasi/otonomi disamping mencegah konsentrasi kekuasaan di Pusat, juga dimaksudkan untuk membukan ruang demokrasi di tingkat lokal, dimana desentralisasi memungkinkan adanya pendidikan politik bagi warga, latihan kepemimpinan dan munculnya
akuntabilitas pemerintahan. Sehingga dengan terbukannya ruang demokrasi maka seluruh suber daya yang ada bisa digunakan untuk kesejahteraan bersama, bukan untuk orang per orang ataupun elite politik local (raja-jara kecil)
Terakhir belajar dari buku Papua Menggugat ini, kita perlu memikirkan kembali arah erkembangan proses demokrasi di Indosesia sekaligus format demokrasi yang kita ingin bangun, yang dalam bahasa Larry Diamond sangat bias procedural-elektoralisme. Padahal penekanan demokrasi elektoralisme pada sisi proceduralmembuahkan kritik; misalnya kritik dari Terry Karl tentang "kekliruan elektoralisme" dimana demokrasi Schumpeterian mengistimewakan pemilu di atas demensi-demensi yang lain, dan mengabaikan kemungkinan yang ditimbulkan oleh pemilu multi partai dalam menyisihkan hak sebagian masyarakat tertentu untuk bersaing dalam memperebut kekuasaan atau meningkatkan dan membela kepentingannya (seperti perlindungan pada kelompok-kelompok marginall dan minoritas). Kritik ini juga diarahkan pada munculnya quasi demokrasi (demokrasi semu). Dengan demikian problem Papua bukanlah hanya secara sempit kita sebut sebagai problem politik desentralisasi semata (otonomi) melainkan problem yang lebih luas; karena menyangkut pemahaman kita tentang demokrasi.
Kritik ini menimbulakan konsep demokrasi procedural yang diperluas dengan menambahkan demensi jaminan kebebasan dan akses pada kelompok minoritas. Penekananpada demensi kebebasan dan jaminan pada minoritas nampak dari tulisan Diamond, yang menyebutkan sepuluh komponen khusus demokrasi; control terhadap Negara, keputusan dan alokasi sumber daya dilakukan oleh pejabat public yang terpilih; kekuasaan eksekutifdibatasi, secara konstitusional dan factual oleh kekuasaan otonomi institusi pemerintah yang lain; kebebasan untuk membentuk partai politik dan mengikuti pemilu: adanya kesempatan pada kelompok miniritas untuk mengungkapkan kepentingannya: kebebasan sebagai warga Negara untuk membentuk dan bergabung dengan berbagai perkumpulan dan gerakan independent: tersedia sumber informasi algternatif: Setiap individu memiliki kebebasan beragama, berpendapat, berdiskusi, berbicara, publikasi, berserikat, berdemonstrasi dan menyampaikan pendapat.: setiap warga Negara mempunyai kedaulatan yang setara dihadapan hukum; kebebasan individu dan kelompok dilindungi secara efektif oleh sebuah peradilan yang independent dan tidak diskriminatif dan Rule of law melindungi warga Negara dari penahanan yang tidak sahm pengucilan, terror, penyiksaan dan campur tangan yang tidak sepantasnya dalam kehidupan pribadi baik oleh warga Negara maupun kekuatan non organisasi non Negara dan anti Negara.
Pemahaman demensi kebebasan ini sesuai juga dengan perkembangan arah perlindungan hak-hak azasi manusia yang mengakui hak-hak kaum minoritas. Artikel 1 menyatakan Masyarakat pribumi berhak untuk menikmati sepenuhnya dan seluruh HAM dan kebebasan dasar yang diakui piagam PBB, Deklarasi Umum HAM dan Hukum-hukum Hak Internasional. Artikel 2. orang Pribumi sebagai individu dan masyarakat bebas dan setara dengan masyarakat lainnya dalam hak martabat, HAM dan berhak untuk bebas dari segala macam deskriminasi khususnya dikarenakan asal-usul atau identitas penduduk bumi dimaksud. Artikel 3. masyarakat pribumi berhak atas penentuan nasib sendiri (self determination). Sesuai hak untuk secara bebas menentukan masa depan status politiknya dan mengejar pengembangan ekonomi, social dan budaya. Artikel 4. Masyarakat pribumi berhak mempertahankan dan memperkuat karakteristik politik, ekonomi, social dan budaya yang berbeda, sekaligus system hukum mereka, semntara dalam hal kehidupan politik, ekonomi, social dan budaya dalam sebuah Negara. Artikel 5. Setiap orang pribumi berhak
memiliki kebangsaan. Apakah kita sudah terlindungi dan memperkuat hak-hak dasar itu? Sekian.
Dilaporkan sesuai dengan teks asli
Onny Bernie Pagawak.

Laporan Hasil BEDAH BUKU.
MANIFESTO POLITIK SUBVERSI
DALAM BEDAH BUKU "PAPUA MENGGUGAT"
Bagian I. PAPUA MECATAT. Bagian II. PAPUA BERTEORI.
Bagian III. PAPUA MENGGUGAT.
Surat-surat Terbuka anak Koteka.
Kepada Yth, Poros Jakarta - PAPINDO.
Sem Karoba dkk
NARASUMBER :
1. AA.GN ARI DWIPAYANA, S. Ip. Ms.i.
Dosen Fisipol Universitas Gajah Mada Yogyakarta
Topik : "IMPLEMENTASI OTONOMI KHUSUS DI PAPUA.
2. ARI ARYANTO.
Wakil Ketua I Komite Pimpinan Pusat (KPP-PRD)
Topik : "KEPENTINGAN EKONOMI IMPERIALIS - KAPITALIS GLOBAL TERHADAP OTONOMI KHUSUS DI PAPUA"
3. DEMIANUS TARI WANIMBO.
Ketua Umum Komite Pusat AMP. International.
Topik : "SEJARAH KEKERASAN POLITIK RAKYAT PAPUA"
MODERATOR : KUMA ENEGE, S. PAK.
KRONOLOGIS ACARA
PEMBUKAAN.
SAMBUTAN.
Sambutan I Oleh Penerbit Galang Press.
Sambutan intinya atas nama Pimpinan Percetakan Galang Press; Bapak Yulius manyatakan siap mendukung seluruh aspirasi yang selama ini tidak terungkap demi penegakan supremasi hukum dan HAM. Dalam kesempatan itupula atas nama percetakan Galang Press mendorong Mahasiswa dan para aktifis yang mau menulis tentang apa saja pihak percetakan siap mendukung. Dalam kesempatan tersebut disampaikan ucapan terima kasih pada Sem dkk. Atas kepercayaannya untuk kerjasama dengan watchPAPUA dalam menerbitkan buku. Buku yang pertama telah diterbitkan Papua Menggugat "Kematian Dortheys Hiyo Eluay. Jumlah cetak 1000 Exp. Dan kini telah diterbitkan buku yang baru yaitu PAPUA MENGGUGAT POLITIK OTONOMISASI NKRI DI PAPUA. Jumlah buku yang telah dicetak sebanyak 2000 Exp. Selamat mengikuti acara BUKU "PAPUA MENGGUGAT"
Sambutan II Oleh Ketua Mahasiswa Papua di Yogyakarta.
Effendi Payokwa.
Inti pesan dari sambutan; Ketua IKMA Papua. Mengatakan bahwa. Menyambut dengan gembira atas kerja keras Sem Karoba dkk. Atas terbitnya Buku PAPUA
ENGGUGAT yang dapat mengungkap seluruh permasalahan Bangsa Papua yang selama ini masih terisolasi dengan berbagai kepentingan. Efendi demikian panggilan akrapnya mengatakan bahwa; para Intelektual Muda Papuasudah saatnya kita menggunakan seluruh ilmu yang sudah kita terima demi Bangsa kita Papua Barat yang tercinta. Selamat berkarya Tuhan Papua memberkati kita
sekalian sampai pada bedah buku dengan judul yang lainnya lagi.
Sambutan III Oleh Ketua AMP Yogyakarta. Jimmy Erelak. Ketua Aliansi Mahasiswa Papua Koordinator Wilayah Yogyakarta merangkap Indonesia menyatakan bahwa: Semenjak perjuangan Rakyat Papua melawan para penjajah di tanah leluruh Papua Barat pada tahun 1962 hingga 1986 Rakyat Papua menggunakan senjata tradisional dalam mempertahankan harkat dan martabat, Namun sejak tahun 1986 hingga sekarang Rakyat Papua telah memilih menggunakan Jalan Damai seperti yang telah dikatakan oleh Almahrum Dortheys Hiyo Eluay "Kami Pilih Jalan Damai" dan Diplomasi. Buku PAPUA MENGGUGAT adalah kumpulan Surat-surat Terbuka Anak Koteka Edisi ke 14. seperti yang sekarang ini Sumbangan Lagu: JAKER "Tuntaskan Revolusi"
SESI I
NARASUMBER I
Tanya jawab:
1. Nugraha dari Acheh Nanggroh Darusasslam.
- Prinsip dasar dari Penulis adalah dengan mengemukakan Nilai Bebas. Dalam kaitannya dengan Otonomi adalah bukan Desentralisasi Politik bukan Desentralisasi Kekuasaan.
- Lahirnya krisis kepercayaan Rakyat Papua terhadap Pemerintah NKRI.
- Penulis tidak memberikan solusi dalam bukunya.
2. Nina.
- Rakyat Papua tidak pernah dilibatkan dalam seluruh kebijakan di tanah Papua apakah ada unsur kesengajaan dari Jakarta?
Book 06
Daftar Isi Buku Kedua
Daftar Isi Buku KEDUA
1. Segel - X1414 viii
2. Persembahan ix
3. Ucapan Terimakasih x
4. Sekapur Sirih dari Penulis xi
5. Pendahuluan xiv
6. Kerangka Pemikiran Buku II xix
7. Daftar Tabel xviii
8. Daftar Bagan xviii
9. Daftar Isi xix
BAB-V:
OTONOMI (KHUSUS) DAN POLITIK OTONOMISASI
PASAL TIGABELAS: OTSUS MENURUT RETORIKA (POLITIK) 5
13.1 ARTI OTONOMI (KHUSUS) 5
13.2 WACANA PEMBANGUNAN SEBAGAI PERTUMBUHAN, KEMAJUAN DAN MODERNISASI 13
PASAL EMPATBELAS: OTSUS MENURUT REAL-POLITIK 19
14.1 PEMBANGUNAN MENURUT PENGALAMAN DI INDONESIA 19
14.2 ARTI POSITIF DAN ARTI NEGATIF DARI OTSUS 22
14.3 TIGA WACANA DALAM POLITISASI OTSUS 34
PASAL LIMABELAS: BEBERAPA JENIS DAN ISTILAH DALAM POLITIK OTONOMISASI 44
15.1 JENIS OTONOMI DALAM POLITIK OTONOMISASI 44
15.2 BEBERAPA ISTILAH YANG BISA DISALAH MENGERTI DALAM KONTEKS POLITIK OTONOMISASI 49
15.3 PERBEDAAN NATION DAN STATE DALAM KONTEKS POLITIK OTONOMISASI 53
PASAL ENAMBELAS: POLITIK OTONOMISASI DALAM PERSPEKTIF TEORI TIGA-G 56
16.1 CATATAN PEMBUKA 56
16.1 SEKEDAR MENGINGAT KEMBALI 57
16.2 TEORI TIGA-G DALAM KOLONIALISME, IMPERIALISME & OTONOMISASI? 58
BAB VI:
KLEIM BAHWA OTSUS UNTUK MEMBANGUN PAPUA BARAT: APA BETUL? 67
PASAL TUJUHBELAS: MENGUKUR HASIL PEMBANGUNAN 68
17.1 KEKAYAAN RATA-RATA SEBAGAI UKURAN KEBERHASILAN PEMBANGUNAN 68
17.2 HASIL PEMBANGUNAN YANG MERATA SEBAGAI TOLOK UKUR 69
17.3 PENINGKATAN KUALITAS (MUTU) HIDUP SEBAGAI HASIL PEMBANGUNAN 72
17.4 TOLOK UKUR KEMAJUAN LEWAT SUSTAINABLE DEVELOPMENT 74
Pasal Delapanbelas: Otsus dalam Motto: "Membangun Indonesia yang Adil dan Makmus!" 78
18.1 UKURAN MASYARAKAT INDONESIA YANG ADIL: SEBUAH PLURALIST DILEMMA? 79
18.2 UKURAN "MASYARAKAT INDONESIA YANG MAKMUR"? 82
18.3 PADAHAL, "PEMBANGUNAN ITU RELATIF, TAK PERNAH ADA UJUNG - PANGKALNYA. DAN KALAUPUN ADA, ITU TIDAK BERTUJUAN MENGUNTUNGKAN DUNIA KETIGA." 88
PASAL SEMBILANBELAS: PEMBANGUNAN DI TIGA DUNIA DAN PEMBANGUNAN DI DUNIA KETIG 104
19.1 CATATAN PEMBUKA: KRISIS DALAM PEMBANGUNAN (ANTARA TEORI DAN FAKTA) 104
19.2 NEGARA DALAM PEMBANGUNAN: SEBUAH SOLUSI ATAU MASALAH? 105
19.3 PEMBANGUNAN DI TIGA DUNIA 109
19.4 PEMBANGUNAN DI DUNIA KETIGA 119
PASAL DUAPULUH: APAKAH PEMBANGUNAN MEMANG SEDANG TERJADI DI DUNIA KETIGA? 128
20.1 PEMBUKA 128
20.2 RINGKASAN ARGUMEN TED TRAINER 129
BAB VII:
KLEIM BAHWA OTSUS UNTUK MEMBANGUN MELINDUNGI DAN MEMAJUKAN DEMOKRASI, HAM, DAN SUPREMASI HUKUM: APAKAH BENAR?
PASAL DUAPULUH SATU: REALITAS DEMOKRASI DALAM POLITIK OTONOMISASI NKRI DI PAPUA BARAT 141
21.1 DEFINISI DEMOKRASI 141
21.2 EMPAT KUNCI DEMOKRASI 144
21.3 NILAI-NILAI FUNDAMENTAL DALAM DEMOKRASI 145
21.4 LEMBAGA-LEMBAGA YANG DIBUTUHKAN UNTUK MEWUJUDKAN DEMOKRASI 150
21.5 DEMOKRASI MENURUT DEKLARASI UMUM PBB TENTANG DEMOKRASI 152
21.6 UNSUR-UNSUR PENTING DALAM BERDEMOKRASI 154
PASAL DUAPULUH DUA: HAK ASASI MANUSIA DALAM POLITIK OTONOMISASI NKRI DI PAPUA BARAT 158
22.1 DEFINISI DAN DASAR HAK ASASI MANUSIA 158
22.2 KARAKTERISTIK HAM 161
22.3 ULASAN SEPUTAR PIAGAM HAM PBB 163
22.4 TANGGUNGJAWAB NEGARA DALAM MELINDUNGI HAM 164
22.5 HAK SIPIL, POLITIK, EKONOMI SOSIAL, DAN BUDAYA 167
PASAL DUAPULUH TIGA: FAKTA SUPREMASI HUKUM DALAM POLITIK OTONOMISASI NKDI DI PAPUA BARAT 176
23.1 ARTI HUKUM SECARA SEDERHANA 176
23.2 JENIS-JENIS LAPANGAN HUKUM 177
23.3 HIERARKI HUKUM 179
23.4 FUNGSI, ASAS DAN TUGAS HUKUM 183
23.5 OTONOMI DAERAH DAN DESENTRALISASI SISTEM HUKUM 184
23.6 UU OTSUS VS. UU PEMDA DAN INPRES TENTANG PEMEKARAN: MANA YANG LEBIH TINGGI DALAM HIERARKI HUKUM? 188
BAB – 0:
RANGKUMAN & ANALISIS
PASAL KOSONG SATU: RANGKUMAN-RANGKUMAN
PASAL KOSONG DUA: ANALISIS KRITIS
PASAL KOSONG TIGA: PERTANYAAN-PERTANYAAN RENUNGAN
CATATAN KAKI DAN REFERENSI: 332
BUKU-BUKU TERBITAN watchPAPUA AND ASSOCIATES
Book 06
Daftar Isi BUKU KETIGA
1. Segel - X1414 viii
2. Persembahan ix
3. Ucapan Terimakasih x
4. Sekapur Sirih dari Penulis xi
5. Pendahulaun xiv
6. Sekedar Mengantar Buku III viii
7. Kata Pengantar dari Dr.
8. Daftar Isi xix
BAB – VIII:
MEMBENTANGKAN POKOK-POKOK SENGKETA
Pasal Duapuluh Empat: POKOK-POKOK SENGKETA POLITIK 3
24.1 Kesatu: Fakta Kongres Papua I 1961 (1 Desember 1961) 4
24.2 Kedua, Pengakuan Sukarno dalam Butir Trikora (19 Desember 1961) 6
24.3 Ketiga: The New York Agreement (15 Augustus 1962) 8
24.4 Keempat, The "Secret” Memmorandum of Rome (30 September 1962) dan The Rome Joint Statement (20 – 21 Mei 1969) 12
24.5 Kelima, Penyerahan Papua Barat dari UNTEA kepada NKRI (1 Mei 1963) 17
24.6 Keenam: PEPERA (14 Juli – 2 August 1969) 18
24.7 Ketujuh: Resolusi SU PBB No. 2504 (XXIV) (19 November 1969) 20
Pasal Duapuluh Lima: PERSOALAN HAM, HUKUM DAN DEMOKRASI 23
25.1 Soal HAM, Demokrasi, Supremasi Hukum dan Pembangunan 23
25.2 Lanjutan saran untuk Memajukan Demokrasi, HAM dan Penegakkan Hukum dalam Otsus 31
Pasal Duapuluh Enam: MEMBANTAH POLITISASI IDE "O" DENGAN ASPIRASI "M" 37
26.1 Maksud Otsus ‘Jalan Terbaik’ bagi Penyelesaian Konflik Politik di Papua Barat 39
26.2 Bantahan bangsa Papua atas Retorika: "Otsus adalah ‘Jalan terbaik’ bagi Penyelesaian Konflik Politik di Papua Barat” 46
26.3 Bantahan bangsa Papua atas Pernyataan: "Kalau orang Papua Menerima "O" berarti Tidak Mau ‘M’" 51
Pasal Duapuluh Tujuh: MENANTANG POLITIK OTONOMISASI 57
27.1 Pengantar 57
27.2 Contoh Reparasi Uni Afrika - Uni Eropa 59
27.3 Contoh Healing Journey di Benua Australia 61
27.4 Contoh the Truth and Reconciliation Commission di Afrika Selatan 62
27.5 Contoh Pembayaran Kompenassi kepada Warga Yahuni 63
27.6 Maka Otsus II di Papua Barat adalah Upaya Tambal Sulam atas Hollocust dan Mengobati Memoria Passionis bangsa Papua 65
BAB - IX:
DEMI MASA DEPAN RAKYAT INDONESIA DAN BANGSA PAPUA – PAPUA MENGGUGAT POLITIK OTONOMISASI NKRI DI PAPUA BARAT
Pasal Duapuluh Delapan: PAPUA MENGGUGAT! 69
28.1 Menggugat Proses Politik Otonomisasi 71
28.2 Menggugat Politik Otonomisasi 72
28.3 Menggugat Politisasi Otonomi 76
28.4 Menggugat Hati Nurani 79
BAB-X:
PAPUA MENGUNDANG!
Pasal Duapuluh Sembilan: DUA TUGAS KAUM PAPINDO 86
29.1 Tugas yang Harus Dilaksanakan 87
29.2 Hal-hal yang harus Dihindari oleh Papindo 91
Pasal Tigapuluh: TUGAS NKRI DAN PEMERINTAH KOLONI DI PAPUA BARAT 99
30.1 Catatan Pembuka 99
30.2 Agenda Pembangunan Menurut Ted Trainer 100
30.3 Agenda Demokrasi untuk Keadilan dalam Pembangunan 107
30.4 Agenda Pembangunan Hukum untuk Keadilan dan Kesetaraan 110
30.5 Agenda Pembangunan dalam Otsus Menurut Penulis 112
30.6 Agenda Politik Otonomi Khusus 117
30.7 Catatan Penutup 120
Pasal Tigapuluh Satu: TUGAS ORANG PAPUA DAN MASYARAKAT INDONESIA 122
31.1 Tugas Orang Papua 122
31.2 Tugas Rakyat Indonesia 125
BAB – 0:
RANGKUMAN & ANALISIS
PASAL KOSONG SATU: RANGKUMAN-RANGKUMAN
PASAL KOSONG DUA: ANALISIS KRITIS
PASAL KOSONG TIGA: PERTANYAAN-PERTANYAAN RENUNGAN
CATATAN KAKI DAN REFERENSI: 132
BUKU-BUKU TERBITAN watchPAPUA AND ASSOCIATES

Book 05
Book 07
Daftar Isi
Pengantar dari Penulis
Sambutan Sekretaris Jenderal PDP, Moh. Thaha Alhamid
Catatan Politik Ketua AMP Internasional
Surat Terbuka kepada Komisi Tinggi HAM PBB
Pengantar
Pendahuluan
1 KILAS BALIK KEHIDUPAN POLITIK THEYS HIYO ELUAY (1961 - 2001) 3 1.1 Risalah Kronologi Kehidupan Politik Theys Eluay3
1.2 Kronologi Pembunuhan dan Gugurnya Theys Hiyo Eluay 11
1.3 Berbagai Peristiwa / Situasi Paska Kematian Theys Eluay 17
1.4 Beberapa Catatan dan Analisis 26
a. Untuk PDP dan Orang Papua 26
b. Untuk Komando Satgas Papua 32
c. Untuk Manusia Semesta 33
2 REAKSI-REAKSI YANG MUNCUL 5 2.1 Reaksi TNI 6
2.2 Reaksi Polri 10
2.4 Reaksi Regime Mega-Hamzah dan Kabinet Gotong-Royong 13
a. Demi Kemanusiaan Theys Dikuburkan Segera 14
b. Demi Kemanusiaan Mayat Theys Di Kuburan Diberi Abolisi 15
c. Menyangkal Fakta Dokumen Rakasia Negara 9 Juni 2000 16
d. Pembentukan Komite Penyidik Nasional (KPN) 17
e. Bantahan Anggota Kabinet 19
2.4 Reaksi Elit Politik Indonesia 21
2.5 Reaksi LSM Indonesia 24
a. Reaksi Umum di Jakarta 24
b. Reaksi ELSHAM Papua 26
c. Reaksi terhadap KPN 27
d. Deklarasi Pembela HAM Indonesia 28
e. Para Peneliti IPTEK, Gerakan Buruh dan Partai Non-Parlementer 30
2.6 Reaksi Komponen Masyarakat Indonesia 32
a. Rekasi Publik 32
b. Sikap Mahasiswa Indonesia: Fight Today, Victory Tomorrow 33
c. Reaksi Seniman Indonesia 35
d. Reaksi Arus Bawah 36
2.7 Reaksi Masyarakat Papua 38
a. Gambaran Umum 38
b. Reaksi Mahasiswa Papua 40
c. Tuntutan-tuntutan rakyat Papua Barat 42
2.8 Reaksi Masyarakat dan LSM Internasional 44
a. Reaksi dari ASEAN 44
b. Reaksi Negara-negara Anggota Pacific Islands Forum (PIF) 46
c. Reaksi Pemerintah Australia dan Selandia Baru 46
d. Reaksi Masyarakat Amerika Serikat 47
e. Reaksi Masyarakat Uni Eropa (Bersama Anggota Parlemen Inggris dan Irlandia) 48
f. Reaksi LSM Internasional 50
2.9 Reaksi Media Massa Indonesia dan Internasional 52
a. Reaksi Media Massa Indonesia 52
b. Reaksi Media Massa Dunia pada Umumnya 54
3 POLA PENANGANAN KASUS THEYS 56 3.1 Ada Usaha "cover-up" 56
a. Menolak Berterus-Terang 57
b. Memberikan komentar yang tidak nyambung antara satu sama lain 58
c. Mengulur-ulur waktu 58
d. Membiarkan banyak skenario berkembang tanpa penjelasan resmi pemerintah 59
e. Mengusir Tim Amnesti Internasional sebelum menyelesaikan agenda Kunjungan mereka ke Papua Barat 60
f. Menegur KONTRAS agar tidak berbicara jujur 61
g. Melobi dunia Luar agar Mengisolasi Kasus Pembunuhan Theys 61
h. Ada Usaha Menghilangkan Jejak Saksi (Aris) 62
i. Banyak TPF/KPN 63
j. Laporan Polri didiamkan 64
k. Melarang Utusan 13 Negara Eropa and Uni Eropa bertemu PDP 65
3.2 Ada Perilaku "delay-tactic" 66
a. Jangan Emosional - Tenang - Pemerintah Kerja Keras 68
b. Sudah ada "Titik Terang" 69
c. Jangan menduga-duga atau berspekulasi 69
d. Tidak Mau di-Deadline 70
e. Tim Ganti Tim tanpa Hasil yang Jelas 70
3.3 Ada Usaha Membelokkan "public opinion" 72
a. Manipulasi Tingkat Lokal 72
i. Issue Utama: Otsus vs Papua Merdeka 72
ii. Issue kematian Theys dihubungkan dengan milyaran rupiah dari PT. Freeport 75
iii. Issue ketiga, Garis Keras dalam PDP yang Bunuh Theys 75
iv. Issue Theys Mati karena Sakit 75
v. Skenario Penggagas, Perencana dan Pelaksana 76
vi. Skenario Dua Jenderal Jakarta - Gara-gara Bisnis HPH 77
vii. Skenario Kematian Theys sbg. Tindak Kriminal Murni 77
b. Skenario Tingkat Nasional 79
c. Skenario Tingkat Internasional 80
i. Terorisme 80
ii. KPP HAM 80
iii. Pemberantasan KKN 81
iv. Lawatan ke Luar Negeri 81
3.4 Ada Kesan "conflict" di Jakarta 83
a. Apakah NKRI mau memihak kepada kebenaran atau keutuhan NKRI dengan mengharamkan segala cara? 83
b. Apakah NKRI menghormati Profesionalisme Polri ataukah Terorisme TNI / Kopassus? 84
3.5 Ada Tindakan "Terror" secara besar-besaran 88
3.6 Ada Gula-Gula Politik untuk ke Sekian Kalinya 90
3.7 Ada Diskriminasi 92
a. Diskriminasi penyelesaian konflik politik Acheh dan Papua 92
b. Diskriminasi penyelesaian masalah politik Maluku dan Kasus Kematian Theys 93
c. Diskriminasi penyelesaian masalah sosial di Poso, Sambas dan Kasus Kematian Theys 93
c. Diskriminasi dalam penyelesaian Kasus Kematian Theys dan Kasus Pemecatan Walikota Surabaya 93
4 KALAU ORANG PAPUA YANG BUNUH THEYS? 9 4.1 Tudingan Theys dihabisi Kelompok garis keras dalam PDP 9
4.2 Bagaimana dengan Orang Papua Kelompok Bintang - 14? 16
a. Pertama tidak pernah mengakui kehadiran PDP 16
b. Hal kedua, Sudah beberapa kali Kelompok 14 mengkritik keras PDP 17
c. Hal ketiga, Dugaan Pekerjaannya di Luar Negeri 17
d. Hal keempat, reaksi waktu Theys wafat 18
4.3 Orang Papua Suku Sentani? 22
4.4 Orang Papua Kelompok Pro-Otonomi? 24
a. Pertama, pada waktu Theys tewas, Gubernur Papua berada di Sorong. 25
b. Kedua, Reaksi Para Tokoh Pro-Otonomi atas Kematian Theys memberi tanda-tanda yang aneh 25
c. Ketiga, Reaksi Mereka Setelah Theys Wafat 26
d. "SIAPA PEMBUNUH PEMIMPIN PAPUA BARAT: THEYS H. ELUAY" 28
e. Saudara X, yang saya hormati, pula, Sobat Papua 34
4.5 Satgas Merah - Putih (SMP)? 39
a. Pengalaman dengan Timor Lorosa'e merupakan hal pertama yang perlu dicatat 39
b. Alasan kedua, Ucapan salah satu anggota pada tanggal 28 Nopember 2001 40
c. Ketiga, karena Alasan secara logika 40
d. Kebanyakan penduduk Indonesia awam memang menuduh SMP 41
4.6 Orang Papua - Koteka? 43
a. Ancaman Orang Papua Koteka 43
b. Apa yang masyarakat Koteka katakan pada akhir tahun 2000 44
c. Alasan klasik: orang Koteka kebanyakan masih berpikir pendek alias primitif 45
5 KALAU PIHAK NKRI YANG MEMBUNUH THEYS ELUAY? 47 5.1 Supaya Rakyat Papua takut bicara merdeka? 47
5.2 Melicinkan Jalan bagi Paket Otsus? 51
5.3 Salah Satu Langkah Membubarkan Presidium Dewan Papua? 53
5.4 Salah Satu Tender Proyek TNI/Polri? 56
5.5 Menjawab Keluhan Orang Papua -Amber? 59
6 KALAU THEYS MATI KARENA KONSPIRASI? 62 6.1 Konspirasi Lokal 62
a. Konspirasi TPN/OPM untuk menggoyang pemeritnahan Mega? 62
b. Konsiprasi orang Papua pro-Otonomi untuk Mematikan Kegiatan Papua Barat Merdeka? 64
c. Konspirasi Kelompok Bintang 14 untuk Mematikan Bintang Kejora 64
6.2 Konspirasi di Tingkat Nasional NKRI 66
a. Pertama, pihak Suharto 66
b. Teori kedua, bagaimana dengan Gus Dur - Jakarta? 67
c. Konspirasi lawan politik Mega? 68
d. Konspirasi NKRI untuk Mematikan Perjuangan Rakyat Papua: "Kematian Theys adalah sebuah Tindak Kriminal Murni?" 69
a. Tanggapan/Reaksi Pejabat TNI 71
b. Dari Apa yang Dikatakan Polri 76
c. Dan dari Apa yang dikatakan Pejabat Pemerintah NKRI 82
d. Tanggapan Pihak-Pihak Lain 85
6.3 Konspirasi di Luar NKRI dan di Luar Papua Barat 90
a. Konspirasi Internasional, Terkait dengan Pemetaan Kembali Geopolitik Penguasa Barat? 90
b. Theys Mati Karena Memang Kehendak Tuhan! (Konspirasi Ilahi) 96
c.
CATATAN PENUTUP 100 7 PAPUA BARAT MEMBANTAH! 4 7.1 Berdasarkan Adat orang Papua 4
7.2 Atas Dasar Moral Papua 7
7.3 Dalam Analisis Teori Konspirasi 9
7.4 Soal Ekonomi (terkait Konspirasi) 17
8 PAPUA BARAT MENUDUH! 21 8.1 Alasan Politik 21
8.2 Alasan Modus Operandi 24
a. Pertama adalah kerapihan dan atau Profesionalisme Pembunuh Theys 24
b. Kedua Alasan Isu "dracula" dan "larangan keluar malam" menjelang kematiannya 25
c. Ketiga: Pembunuh Theys melewati 13 Pos TNI/Polri tanpa Hambatan Apapun 27
d. Terakhir: Yang Membujuk dan Mengundang Theys Menjelang Kematiannya 28
8.3 Atas Dasar Skenario & Ucapan Polri 31
a. Polri kembangkan teori: "Penggagas", "Perencana" dan "Pelaksana" 31
b. Kedua, Sabtu, 15 Desember, 2001 5:07:50 PM: "Kapolda Duga Pembunuh Theys yang sembunyikan Aris" 34
c. Selanjutnya Polri tidak saja Mengandai dan Menduga, tetapi Langsung Menunjuk bahwa TNI/Kopassus Terlibat 34
8.4 Alasan Beberapa Dokumen Rahasia Negara yang Bocor 37
a. Nota Megawati ke Depdagri Lewat Gubernur Irian Jaya tanggal 2 Juni 2000 37
b. Dokumen Dirjen KESBANG dan LINMAS DEPDAGRI, nota dinas nomor 578/ND/KESBANG/D IV/VI/2000 tanggal 9 Juni 2000 38
c. Analisis Staf untuk Tindakan-Tindakan Polda Papua Menghadapi Separatisme untuk Mempertahankan Supremasi Hukum dan Operasi Matoa 40
8.5 Alasan Kebijakan Mega ala Orde Baru 42
8.6 Alasan Hasil Otopsi Dokter FKUI 44
8.5 Alasan Pengalaman yang Ada 46
a. Pengalaman di Papua Barat 46
b. Pengalaman di Aceh 49
c. Bukti di Timor Leste 50
d. Bukti di Jawa Sendiri 51
8.6 Alasan Keterangan Para Saksi 54
a. Saksi di Tempat Penculikan Theys 54
b. Kesaksian Aristoteles Masoka (Sopir Pribadi Theys) 55
c. Saksi di Tempat Mobil Theys Dilarikan 55
d. Saksi di Markas TNI/Kopassus X Tribuana 56
e. Saksi di Koya (Tempat Mayat Theys Dibuang) 57
9 DORTHEYS HIYO ELUAY DALAM PENTAS POLITIK PAPUA BARAT DAN NKRI 5 9.1 Theys adalah Ondofolo Suku Sentani: Berpengaruh Signifikan di Papua Barat 5
9.2 Theys adalah Mantan Anggota DMP: Pemegang Kunci Rahasia dan Dosa NKRI di Papua Barat 9
9.3 Theys adalah Ketua LMA: Resmi dalam NKRI dan Kuat secara Hukum Internasional 12
9.4 Theys adalah Mantan Anggota DPRD Provinsi Irian Jaya: Makan Garam dalam Politik NKRI 15
9.5 Theys sebagai Ketua PDP adalah Gus Dur-Papua: Pemain Politik "confuse-and-rule" 18
a. Perbuatan Theys yang kontroversial 19
b. Perkataan Theys yang kontroversial 25
9.6 Theys adalah Anak Tuhan 30
10 THEYS ADALAH MANUSIA BIASA: PUNYA KEKURANGAN DAN KELEBIHAN 35 10.1. Kelebihan Theys 35
a. Dortheys Hiyo Eluay, Pemimpin Karismatik Papua Barat 35
b. Theys Pemimpin Moderat/ Kompromis 39
c. Theys Mampu Bermain dengan Dua Wajah dalam Satu Waktu yang Sama 40
d. Theys Pandai Membaca Trik-Trik Jakarta dan Mematikan Gerak-Gerik Mereka 42
10.2. Kelemahan Theys 45
a. Sikap politik Theys yang Oportunis 45
b. Pemimpin yang Ingkar Janji 47
c. Sikap ignorant terhadap komponen perjuangan lain 49
d. Sejarah politik pribadi Theys 51
e. Theys Politikus yang Ambisius? 52
f. Theys Politikus Frustrasi? 54
g. Theys Lebih Berlindung kepada Kopassus/ TNI daripada kepada Satgas Papua 55
11 ADA SIAPA DI BALIK THEYS? 58 11.1 Pertama, yang ada di balik Theys adalah Keluarga Cendana atau Partai Golkar. 58
11.2 Pihak Kedua yang ada di balik Theys adalah Yorris Raweyai 60
11.3 Pihak ketiga yang ada di belakangnya adalah komponen perjuangan Rakyat Papua 62
11.4 Pihak keempat adalah adat dan atau agama 64
11.5 Gus Dur - Jakarta sebagai Pihak Kelima di Belakang Gus Dur-Papua 66
11.6 Pihak Pengusaha/Investor dapat berada di balik Theys 68
11.7 Yang terakhir pihak TNI/ Kopassus ada di belakang Theys 72
12 JATIDIRI DORTHEYS HIYO ELUAY DALAM PENTAS POLITIK & PERJUANGAN DUNIA 74 12.1 Theys dan Beberapa Pejuang di Dunia 74
a. Kepala Suku Thom Beanal dan Ondofolo Theys Eluay 75
b. Nelson Mandela dan Ondofolo Theys Eluay 77
c. Mahatma Ghandi dan Ondofolo Theys Eluay 81
d. Pdt. Marthin Luther King dan Ondofolo Theys Eluay 83
e. Gerry Adams dan Ondofolo Theys H. Eluay 85
f. K.H. Abdurrahman Wahid (Gus Dur - Jakarta) dan Ondofolo Dortheys Hiyo Eluay (Gus Dur - Papua) 88
g. Theys Hiyo Eluay dan Ir. Sukarno 93
12.2 Kesimpulan: Almarhum Ondofolo Dortheys Hiyo - Tokoh Adat Revolusioner Modern 95
13 DUA BANGSA DALAM SATU PERJALANAN 98 13.1 Sekilas Sejarah Bangsa Papua dan Bangsa Israel 98
a. Pertama: Kedua Bangsa Israel dibatasi agar tidak berkembang-biak 99
b. Kedua Bangsa Ditindas 102
c. Musa Menghadap Firaun Bangsa Israel Semakin Ditindas 103
d. Kedua Bangsa Ditekan secara Ekonomi 106
e. 40 Tahun Lamanya Menuju Tanah Perjanjian 107
f. Terkhir: Tulah-Tulah Tuhan 108
13.2 Kesamaan Riwayat Politik Musa Isreal dan Musa Papua 113
13.3 Syarat Mutlak bagi Yusak dan Kaleb 116
a. Renungkan Taurat itu Siang dan Malam 116
b. Mengajarkan Taurat itu untuk Ditaati 117
c. Hanya Kuatkan dan Teguhkanlah Hatimu 117
14 YANG MATI BERSAMA KEMATIAN THEYS 3 14.1 November Kelabu: Hari Kematian HAM di Tanah Papua Barat? 5
14.2 November Kelabu: Hari Kematian Demokrasi di Tanah Papua Barat? 9
14.3 November Kelabu: Hari Kematian Perjuangan Damai di Tanah Papua Barat? 14
15 MEREKA YANG LAHIR / BANGKIT BERSAMA KEMATIAN THEYS 19 15.1 November Kelabu: Waktu Lahirnya Semangat Kebersamaan / Kekompakan (unifikasi) 19
a. Di antara Pihak Orang Papua Pro-"M" 20
b. "Orang Papua yang di Tengah-Tengah" Kecewa atas Tragedi Kemanusiaan ini 21
15.2 November Kelabu Telah Membang-kitkan Patriotisme Rakyat Papua 24
15.3 November Kelabu: Pelaung Kepedulian di Indonesia dan di Dunia (Solidaritas) 26
a. Solidaritas Internal 26
b. Solidaritas External 27
c. Solidaritas Nasional 29
d. Solidaritas Internasional 31
15.4 November Kelabu: Hari Kelahiran Yusak & Kaleb bagi Papua Barat 36
16 YANG DITIGGALKAN THEYS BUAT BANGSANYA, BUAT NKRI SERTA DUNIA SEMESTA 38 16.1 Alat-Alat Politik / Panggung Perjuangan bangsa Papua 39
a. Presidium Dewan Papua (PDP) 39
b. Panel Papua 40
c. Satgas Papua 41
16.2 Prinsip Dasar Perjuangan Papua Merdeka 43
a. Perjuangan dengan Jalan Damai 43
b. Perjuangan dalam Koridor Adat Papua 44
c. Perjuangan Gerilya Hutan menjadi Gerilya Kota 46
d. Sikap Menolak Otsus 47
e. Kalau Ada Isu "Dracula" atau "Larangan Keluar Malam" atau Isu Sejenisnya diberlakukan, "Orang Papua Harus Siaga Satu!" 48
f. Para Pejuang Kemerdekaan Papua Barat dan NKRI Harus Menjaga Jarak yang Wajar: Tidak Terlalu Dekat seperti Theys 49
g. Cara Kerja Theys dengan Mengedepankan Campur Tangan dari "Atas" Perlu Dipertahankan 50
h. Sikap Theys yang Lantang,Tegas dan Berani 51
16.3 Pelajaran bagi Indonesia 54
a. Sekarang bukan Era Isolasi, tetapi Era Globalisasi dalam segala Aspek Kehidupan 54
b. Sekarang Bukan Zaman Hukum Rimba, tetapi Zaman Hukum Demokrasi dan HAM 56
c. Berguru kepada Pengalaman NKRI dalam Perang Revolusi 57
d. Ini Era Perang Melawan Terorisme, bukan Melawan Komunisme Lagi 58
17 SEKILAS DAMPAK UMUM PEMBUNUHAN DAN KEMATIAN THEYS 61 17.1 Dampak Politik 61
a. Dampak terhadap Pelaksanaan Otsus di Papua Barat 61

TTD_(DEMIANUS TARI WANIMBO)

Rabu, 12 Agustus 2015

KTP KARTU TANDA PENDUDUK


KTP
KARTU TANDA PENGENAL

1. Sejarah KTP di Indonesia
Tertib administrasi kependudukan diperlukan untuk memberikan perlindungan dan pengakuan terhadap kepastian status pribadi dan status hukum penduduk di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan baru terbit setelah 61 tahun Indonesia merdeka. Seharusnya Undang-Undang Nomor 23Tahun 2006 ini terbit segera setelah Indonesia merdeka, karena hal-hal yang berkaitan dengan Penduduk dan Warga Negara langsung diamanatkan oleh Pasal 26 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 untuk diatur dengan Undang-Undang.
Sebelum terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006, pengaturan tentang Administrasi Kependudukan, termasuk di dalamnya pengaturan tentang Kartu Tanda Penduduk (KTP)diatur oleh peraturan peninggalan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda (Staatsblad) dan setingkat peraturan Menteri. Kondisi ini dipergunakan oleh banyak pihak untuk membuat dokumen kependudukan, termasuk KTP yang identitas penduduknya tidak benar, di samping itu sangat mudah dibuat KTP ganda dan KTP palsu. Kondisi ini masih terus berjalan sampai dengan tahun 2009, meskipun setelah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 diterbitkan, kemudian ditindaklanjuti dengan peraturan pelaksanaannya yaitu antara lain Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 dan Peraturan Presiden Nomor 25 Tahun 2008, tetapi hal-hal mendasar dalam Administrasi Kependudukan belum dapat terimplementasi secara benar dan baik.
Baru setelah tersusunnya Kabinet Indonesia Bersatu II Tahun 2009 Menteri Dalam Negeri mengetahui dan memahami kerugian akibat tidak tertibnya Administrasi Kependudukan utamanya menyangkut KTP dengan identitas tidak benar, KTP palsu dan KTP ganda, maka Menteri Dalam Negeri memberanikan diri untuk mengajukan usulan 3 (tiga) Program Strategis Nasional yang meliputi : Pemutakhiran Data Kependudukan, Penerbitan Nomor Induk Kependudukan dan Penerapan KTP Elektronik (e-KTP).
Tiga Program Strategis Nasional tersebut mendapat dukungan yang penuh dari Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPRRI).
Untuk  penerapan  e-KTP  Menteri  Dalam Negeri memprogramkan diselesaikannya dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun yaitu tahun 2011 - 2013, guna menghentikan berbagai kerugian Negara yang timbul dari tidak tertibnya administrasi kependudukan serta terbitnya KTP dengan identitas tidak benar, KTP palsu dan KTP ganda (TKI Ilegal, trafficking/perdagangan orang, terorisme dan kejahatan perbankan).    
Pelaksanaan Program e-KTP tersebut didukung oleh anggaran yang besar, perencanaan teknis yang matang, oleh karena itu ditargetkan selesai 3 tahun disertai dengan 3 komitmen yang tinggi dari Menteri Dalam Negeri dan jajarannya, yaitu :
a.  Program Program e-KTP harus sukses;
b.  Tidak boleh ada kerugian keuanganNegara yang ditimbulkan oleh Program Program e-KTP;
c.  Dalam pelaksanaan Program e-KTP tidak boleh terjadi pelanggaran terhadap hukum/ketentuan yang    berlaku.

2. PERBEDAAN KTP Lama, KTP Nasional dan KTP Elektronik
Dalam pembuatan Kartu Tanda Penduduk memang selalu mengalami perubahan dan secara kasat mata perbedaan antara KTP lama, KTP nasional dan KTP elektronik dapat dibedakan, berikut gambar dan keterangannya.
KTP Lama (KTP Kabupaten) 1978 Karakteristik Teknologi Verifikasi/Validasi
Blanko kertas dan laminasi plastik, stempel asli, pengawasan dan verifikasi pengesahan dari tingkat terendah RT/RW dst. Photo dilekatkkan (lem), nomor serial khusus, tanda tangan/cap jempol, guilloche patterns pada blanko, data tercetak  dengan komputer, hanya untuk keperluan identitas diri dan berlaku di tiap Kabupaten/Kota.
Gambar KTP Nasional 2004 Karakteristik Teknologi Verifikasi/Validasi
Photo dicetak pada kartu, bahan terbuat dari plastic, pengawasan dan verifikasi pengesahan dari tingkat terendah RT/RW dst, tanda tangan/cap jempol, nomor serial khusus, data tercetak dengan komputer, guilloche patterns pada kartu, berlaku nasional, hanya untuk keperluan ID, tahan lebih lama (tidak mudah lecek), scanning photo dan tanda tangan/cap jempol.
Gambar KTP Elektronik (e-KTP) 2011 Karakteristik Teknologi Verifikasi/Validasi
Photo dicetak pada kartu, bahan terbuat dari PVC/PC, pengawasan dan verifikasi pengesahan dari tingkat terendah RT/RW dst, data dicetak dengan komputer, nomor serial khusus, multi aplikasi, berlaku nasional, guilloche patterns pada kartu, diterima secara internasional, mampu menyimpan data, scanning photo dan tanda tangan/cap jempol, tidak bias dipalsukan, data dibaca/ditulis dengan card reader, terdapat mikrocip untuk  media  penyimpan  data,  hanya  satu  kartu  untuk  satu  orang, menyimpan data pinger  print   biometrik sebagai satu uniq identification personal, satu orang satu kartu (menggantikan), mampu manampung seluruh data personal yang diperlukan dalam multi aplikasi, tingkat kepercayaan terhadap keabsahan kartu sangan tinggi.